faried wazdee
Oleh : Ust.Anang Rikza Masyhadi

Kali ini saya akan sebutkan salah satu ciri atau gambaran orang-orang yang tulus-ikhlas. Yaitu dalam melihat hidup ia tidak berorientasi pada ancaman, tetapi ia selalu melihat peluang di dalam kehidupannya (opportunity oriented not threat oriented). Ketemu orang miskin, ia lihat sebagai peluang: “oh ini peluang saya untuk bersedekah, peluang saya untuk mengapai surga-Nya”. Ketemu orang bodoh: “oh ini peluang saya, karena berarti saya bisa mengajarinya banyak hal, lagi-lagi ini peluang saya untuk mencapai puncak kemuliaan.” Bahkan ketika ia diuji dengan kesusahan hidup, ia pun masih berpikir sebagai peluang: “oh ini mungkin maksud Allah untuk memberi peluang saya berlatih sabar dalam menghadapi cobaan hidup, sekaligus peluang saya untuk melatih diri menjadi orang yang kuat, siapa tahu ini pendidikan untuk meraih sukses di masa depan.” Ini sekedar contoh saja, jadi ia melihat semua yang terjadi di sekitarnya sebagai peluang.

Berbeda kalau ia melihatnya sebagai ancaman. Ketemu orang miskin apa kata dia: “lebih baik saya menghindar sajalah, karena pasti dia akan minta sedekah, nanti bisa-bisa harta saya berkurang drastis, sudah kerja keras begini masa sebagian hasilnya harus diberikan cuma-cuma kepada orang lain”. Ketemu orang bodoh ia akan bergumam: “wuah, dia ini nanti bisa bikin saya repot, susah ngomong sama orang bodoh, bisa-bisa saya ikut-ikutan bodoh kalau mengajarinya, atau kalau saya ajari dia lalu dia jadi pintar, nanti malah menjadi pesaing saya?”. Inilah gambaran orang-orang yang melihat hidup dan kehidupan-nya sebagai ancaman; semuanya menjadi ancaman baginya, maka dia akan selalu bertindak protektif yang kelewat batas.

Padahal hidup kita ini semua pinjaman, kita tidak punya apa-apa. Jadi, orang yang orientasi hidupnya dipenuhi dengan ancaman-ancaman, maka alangkah sangat bodoh dan meruginya ia. Harta kita sesungguhnya bukanlah milik mutlak kita, tetapi milik Allah, kita hanya diberi hak pakai / hak guna oleh Allah. Ilmu, keluarga, popularitas, kebesaran, dan lain sebagainya yang melekat dalam diri kita, ketahuilah bahwa semua itu pinjaman. Ingat…. PINJAMAN !

Karena bersifat pinjaman, maka ketika Si Pemilik meminta kembali, apa boleh buat, kita tidak punya daya untuk tidak mengembalikannya. Itulah mengapa dalam Al-Qur’an Allah menegaskan bahwa kalau diuji oleh Allah dengan suatu musibah, katakana: Sesungguhnya kita semua milik Allah dan hanya kepada-Nya kita akan kembali (Q, s. Al-Baqarah / 2: 156). Masa iya, barang pinjaman dipegangnya erat-erat tidak mau dibagi, padahal yang Empunya menyuruh kita untuk berbagi. Alangkah keliru, bodoh dan meruginya orang-orang semacam ini. Na’udzubillah min dzalik. Mudah-mudahan kita tidak seperti itu!


No