faried wazdee
Oleh Anang Rikza Masyhadi
31 Juli 2009

Hari-hari terakhir ini, kita semua disibukkan dengan aksi teror yang mengguncang bangsa dan umat ini. Siapapun yang melakukannya, dan siapapun korbannya, yang jelas aksi teror tersebut menyisakan pertanyaan bagi kita semua: apakah benar bahwa dalam agama dibenarkan untuk melakukan aksi teror atas nama jihad? Apakah benar bahwa dalam agama dibenarkan untuk membunuh orang lain tanpa alasan yang jelas? Pertanyaan-pertanyaan ini penting untuk kita jawab, karena biasanya aksi-aksi teror seperti yang kita alami belakangan ini, ujung-ujungnya agama yang dibawa-bawa: agama dijadikan justifikasi atau alat pembenaran bagi pelakunya. Dari sisi psikologis, umat Islam lah yang biasanya menjadi pihak paling banyak dirugikan terutama karena strereotipe-stereotipe pihak-pihak luar terhadap Islam.
Mari kita mulai dari pesan penting dalam Al-Qur’an pada surat Al-Ma’idah (5): 32.

مِنْ أَجْلِ ذلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَن قَتَلَ نَفْساً بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعاً وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعاً وَلَقَدْ جَآءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالّبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيراً مِّنْهُمْ بَعْدَ ذلِكَ فِي الأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ

Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.

Ayat ini, meskipun awalnya ditujukan kepada Bani Israel, tetapi kaidah hukum yang berlaku di dalamnya berlaku untuk semuanya, termasuk umat Islam di dalamnya. Pertama, Allah memandang bahwa nilai kemanusiaan seseorang sama dengan nilai kemanusiaan seluruh manusia. Maka, meskipun membunuh seseorang berarti membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seseorang berarti ia juga telah memelihara kehidupan seluruh manusia. Sungguh, ayat ini luar biasa karena sedemikian jelasnya Allah menggariskan nilai-nilai kemanusiaan universal yang harus dipatuhi berkaitan dengan hak hidup tiap orang. Kedua, Allah mensinyalir bahwa tindakan membunuh tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat adalah tindakan melampaui batas dan membuat kerusakan di muka bumi.

Di dunia ini akan selalu ada orang-orang yang kerjaannya membuat kerusuhan di muka bumi. Di dalam Al-Qur’an, Allah mengisyaratkan bahwa orang-orang seperti ini sering bermuka dua, baik di depan tapi di belakang menebar teror. Mari kita simak bersama surat Al-Baqarah (2):11-12

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لاَ تُفْسِدُواْ فِي الأَرْضِ قَالُواْ إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ. أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَـكِن لاَّ يَشْعُرُونَ

Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.

Jadi, berdasarkan penuturan Al-Qur’an tadi, pelaku teror itu biasanya malah mengklaim sebaliknya. Mungkin saja, pelaku teror adalah orang yang di publik justru dikenal sebagai anti teror. Lihat saja bagaimana perilaku Negara adikuasa yang jelas-jelas menganeksasi bangsa-bangsa lain di dunia, tetapi masih saja teriak anti terorisme. Mereka tidak sadar bahwa dirinya telah membuat kekacauan dan kerusuhan di mana-mana.

Oleh karenanya, Al-Qur’an mengingatkan kepada kita agar jangan mengikuti langkah-langkah mereka, dan jangan pula lengah dipengaruhi atau tergoda oleh bujukan mereka.

وَلاَ تُطِيعُواْ أَمْرَ الْمُسْرِفِينَ. الَّذِينَ يُفْسِدُونَ فِي الأَرْضِ وَلاَ يُصْلِحُونَ

dan janganlah kamu menaati perintah orang-orang yang melewati batas, yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan". (Q, s. Asy-Syuara (26) 151-152)

وَإِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ وَإِن يَقُولُواْ تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُّسَنَّدَةٌ يَحْسَبُونَ كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْ هُمُ الْعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ

Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)? (Q, s. Al-Munafiqun (63): 4)

Rasulullah SAW sebagai panutan kita semua, oleh Allah diutus untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.

وَمَآ أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (Q, s. al-Anbiya’ / 21:107)

Di dalam sejarah kenabian, sikap dan tindakan Nabi yang menebar rahmat untuk semua bisa kita saksikan bersama. Saya ingin menyebut beberapa contoh saja. Misalnya, kita tahu bahwa Nabi SAW mendapat celaan dan kekerasan fisik dari orang-orang kafir Mekah selama menjalankan dakwah di sana. Suatu ketika Jibril datang kepada Beliau mengabarkan bahwa Allah telah mendengar apa yang dikatakan kafir Mekah kepada Rasul, dan Allah telah mengutus malaikat penjaga gunung di Mekah yang bisa diperintah oleh Rasul.

فناداني فقال: إِن الله قد سمعَ قولَ قومكَ لك وما رَدوا عليك، وقد بعث اللهُ إِليكَ مَلَكَ الجبالِ لتأمرَهُ بما شِئتَ فيهم، فناداني ملكُ الجبال فسلم علي ثم قال: يا محمد، فقال: ذلكَ فيما شئتَ، إن شِئتَ أن أطبِقَ عليهم الأخْشَبَينِ. فقال النبيُّ صلى الله عليه وسلم: بل أرجو أن يُخرجَ الله من أصلابهم من يَعبُدُ اللهَ وحدَهُ لا يُشركُ بهِ شيئاً». (رواه البخاري)

Nabi Bersabda: Jibril mengatakan kepada saya: Sesungguhnya Allah telah mengutus kepadamu malaikat penjaga gunung untuk kamu perintah sesukamu. Maka malaikat itu pun memanggilku dan mengucapkan salam kepadaku: Wahai Muhammad, seandainya engkau berkenan (setuju) aku akan timpakan dua gunung kepada mereka. Maka Nabi menjawab: jangan, justru aku akan memohon kepada Allah agar Dia mengeluarkan anak cucu mereka orang-orang yang menyembah-Nya dan menyekutukannya dengan sesuatu pun. (HR. Bukhari)
Subhanallah… itu akhlak Rasul… jelas-jelas malaikat menawarkan diri untuk membinasakan musuh-musuhnya yang selama ini melakukan kekerasan fisik dan psikis kepada Nabi, tetapi berkat kesabaran dan kesantunan Nabi, Beliau tidak menyetujui rencana malaikat penjaga gunung itu. Coba pikirkanlah apa yang akan terjadi kalau tawaran itu datang kepada kita?

وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُواْ بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِن صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِّلصَّابِرينَ. وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلاَّ بِاللَّهِ وَلاَ تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلاَ تَكُ فِي ضَيْقٍ مِّمَّا يَمْكُرُونَ. إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَواْ وَّالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ.

Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. (Q, s. An-Nahl (16):126-128)

Jadi, andaikata harus membalas pun dibolehkan membalas, tapi balasan itu harus setimpal tidak boleh melampau batas. Namun justru secara psikologis manusiawi kita, tindakan membalas itu cenderung berlebihan. Maka bersabar itu lebih baik. Artinya umat Islam tidak boleh ekstrem kanan atau ekstrem kiri: tidak boleh terlalu lemah tapi juga tidak boleh terlalu keras: tengah-tengah, moderat, ummatan washatan.

عَنْ أَبِي الْخَيْرِ أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ الله بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ ، يَقُولُ: إِنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللّهِ : أَيُّ الْمُسْلِمِينَ خَيْرٌ؟ قَالَ: «مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ».

Ada seorang lelaki bertanya kepada Nabi SAW: Siapakah muslim yang paling baik? Rasul menjawab: Yaitu yang dapat menyelamatkan muslim yang lain dengan lisan dan tangannya. (HR. Muslim)

عن أبي هريرة، عن رسولَ الله قال : «المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، والمُؤْمِنُ مَنْ أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى دِمَائِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ». (رواه ابن حبان)
“…..
Dan orang mukmin yang dapat memberi rasa aman kepada manusia berkenaan dengan darah (nyawa) dan harta mereka” (HR. Ibnu Hibban)

عن أبي موسى رضي اللَّهُ عنهُ قال: «قالوا: يا رسولَ اللَّهِ، أيُّ الإِسلام أَفضلُ؟ قال: مَنْ سَلِمَ المسلمونَ مِنْ لِسانِهِ ويَدِهِ»

Dari Abu Musa r.a ia meriwayatkan: Sahabat bertanya kepada Nabi SAW: Wahai Rasul, Islam (model) apakah yang paling utama? Rasul menjawab: yaitu orang muslim yang bisa menyelamatkan muslim yang lain dengan lisan dan tangannya (HR. Muttafaq Alaih)

Berkaitan dengan tindakan membunuh dan teror, jangankan kepada manusia, kepada binatang pun Islam memberikan petunjuknya. Mari kita simak sebuah hadis Nabi dalam kitab Majmauz Zawaid:

عن عَمْرو بن يزيد، عن أبيه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلّم يقول: «مَا مِنْ أَحَدٍ يَقْتُلُ عُصْفُوراً إِلا عَجَّ يَوْمَ القِيَامَةِ يَقُولُ: يا ربِّ هذا قَتَلَنِي عَبَثاً، فلا هُوَ انْتَفَعَ بِقَتْلي، ولا هُوَ تَرَكَنِي فئاعِشَّ في أَرْضِكَ». (مجمع الزوائد)

Tidak seorang pun yang membunuh burung, kecuali akan ditanya pada hari kiamat nanti: burung itu akan mengadu kepada Allah: Ya Allah, dia telah membunuhku secara sia-sia, tidak mengambil manfaat dariku, dan tidak pula membiarkanku hidup di bumimu.

عن أبي هريرةَ رضيَ اللهُ عنه أنّ النبيّ صلى الله عليه وسلم قال: «بينما رجلٌ بطريقٍ فاشتدّ عليه العطشُ، فوجَدَ بِئراً فنزَلَ فيها فشرِبَ، ثمّ خرَجَ، فإذا كلبٌ يَلْهَثُ يأكلُ الثّرى من العطشِ، فقال الرجُلُ: لقد بلَغَ هذا الكلبَ من العطشِ مثلُ الذي كانَ بلغَ مني، فنزَلَ البِئرَ فمَلأَ خُفّهُ ماءً فسَقى الكلبَ، فشكَرَ اللهُ لهُ فغَفَرَ لهُ. قالوا: يارسولَ الله، وإنّ لنا في البهائِمِ لأجْراً ؟ فقال: في كلّ ذاتِ كبدٍ رَطبةٍ أجرٌ».

Ada seorang lelaki yang sedang berjalan, kemudian ia merasa dahaga, maka ia mendapati sumur lalu mengambil air dari sumur itu dan meminumnya. Kemudian ia berlalu, hingga bertemu dengan seekor anjing yang menjulurkan lidahnya karena dahaga, lelaki itu berkata: anjing ini rupanya sedang kehausan seperti yang menimpaku tadi. Maka ia pun kembali ke sumur dan memenuhi galonnya dengan air lalu meminumkannya ke anjing tersebut. Maka Allah pun bersyukur atas perbuatannya itu dan mengampuni dosa-dosanya. Sahabat bertanya kepada Rasul: Wahai Rasul, apakah kami akan dapat pahala dari perbuatan baik kami kepada binatang-binatang itu? Rasul menjawab: atas tiap yang bernyawa, kalian pasti akan mendapatkan pahalanya.
Hadis lain juga menyatakan dengan jelas,

إنَّ اللّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ. فَإذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ. وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ. وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ. فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ

Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah telah menetapkan untuk berbuat ihsan kepada segala sesuatu. Jika engkau hendak membunuh (maksudnya berperang), maka berihsan (berbaiklah) dalam membunuh. Dan jika kamu hendak menyembelih, maka berihsanlah dalam menyembelih. Dan hendaknya seseorang diantaramu menajamkan mata pisaunya, dan menenangkan sembelihannya. (Bukhari)

Jadi, dalam ajaran Rasul menegaskan bahwa dalam perang pun kita tetap diwajibkan untuk berihsan, untuk santun dan tetap menjaga nilai-nilai kebaikan. Bagaimana ihsan dalam perang? Misalnya: wanita, anak-anak, sipil, dan orang yang tidak berdaya tidak boleh dibunuh, itu namanya ihsan. Sedangkan ihsan dalam menyembelih binatang adalah dengan menajamkan mata pisaunya dan menenangkan sembelihannya sebelum disembelih. Saya mau tanya, adakah ajaran yang seluhur ini, sesantun ini?

Maka dari itu, jamaah yang dimuliakan Allah, sampai di sini saya kira sudah sangat jelas bahwa ajaran Islam baik dalam Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi SAW, seluruhnya adalah ajaran menebar rahmat bukan menebar teror. Setelah ajaran-ajaran ini sedemikian jelasnya di hadapan kita sebagai kaum muslimin, maka mari kita sampaikan kepada dunia bahwa terorisme bukan bagian dari ajaran Islam, bukan nilai Islam, bukan ajaran Rasul, dan orang-orang yang pada akhirnya mengatasnamakan Islam atas tindakan terornya, harus kita pastikan bahwa dia bukanlah bagian penting atau representasi dari umat Islam. Kita tegaskan pula bahwa wajah Islam yang sesungguhnya bukan seperti yang dicontohkan oleh satu, dua atau segelintir teroris yang mengatasnamakan Islam, dan bahwa terorisme bisa terjadi di mana saja dan oleh penganut agama-agama lain.

Inilah pesan kita kepada dunia, pekikkan, tunjukkan, agar pesan ini menjadi mainstream muslimin terutama di negeri tercinta ini. Jangan sampai mainstream teroris lebih dominan, lebih nyaring bunyinya dalam menyuarakan Islam yang salah-kaprah itu.
Mudah-mudahan khutbah pendek ini membawa pencerahan dan manfaat untuk kita semua.